Percakapan

Kamu terlalu keras ke diri sendiri.

Setelah berusaha melihat ke dalam diri, banyak sekali sisi yang tidak kamu kenal dalam dirimu. Tiba-tiba perasaan cemas datang, perasaan bangga, sakit hati, takjub, ngeri, semuanya bergantian sibuk menampakkan gambaran masa lalu lalu. Seolah satu satu mempresentasikan "ini lho diri kamu. Aku sisi jahat, aku sisi baik, aku sisi perpotongan dari keduanya".

Sisi baik berkata "selama ini aku tidak pernah kamu apresiasi. Kamu menganggap aku bisa menangkap sinyalmu begitu saja setelah kamu melakukan kebaikan. Kamu kira aku bisa mengerti tanpa kamu jelaskan? Aku ini sisi baik. Tapi aku sering terluka karena kamu tak pernah menganggap pekerjaanku berguna dimatamu. Kamu selalu berpikir sisi baik tidak perlu di apresiasi, karena ya tidak perlu. Selalu saja kamu berpikiran seperti itu. Nyatanya, aku tidak paham dengan maksud pemikiranmu. Jujur saja, sebagai sisi baik aku kecewa karena aku sudah sangat bekerja keras dan ingin mendengar pujian darimu, sedikit saja. Sebelum kamu benar-benar melupakanku".

Sisi jahat berkata "Aku sebenarnya senang karena kamu terus terusan memberikan perhatian kepadaku. Bahkan aku selalu kamu prioritaskan dibanding temanku, sisi baik. Aku tertawa lepas melihat temanku itu menderita, tak pernah kau pedulikan. Terus memang kenapa? Toh aku kan sisi jahat. Memang sudah seharusnya aku melakukan hal ini. Tapi akhir-akhir ini aku sedikit sedih, karena aku melihat sedikit celah di pemikiranmu yang selama ini kamu pakai. Kamu sedikit berbeda sekarang, aku merasa kamu sudah menemukan resep rahasia untuk mencegahku terus terusan menempel di otak dan hatimu. Jujur saja aku mulai takut, takut kamu akhirnya sadar arah mana yang harus kamu tuju. Dan pada akhirnya aku akan kamu tinggalkan begitu saja. Walaupun itu sudah menjadi takdirku, tetap saja aku sisi jahat. Dan aku tidak suka kamu meninggalkanku".

Sisi perpotongan diantara keduanya. " Aku adalah keragu-raguan. Aku adalah abu-abu. Sebenarnya aku sedih selalu berada diantara baik dan jahat. Aku seperti pecundang, memang tidak bisa saja mendorongmu atau memihakmu ke salah satu sisi. Aku menyediakan tempat untuk kamu berpikir dan memutuskan. Tapi masalahnya kamu sering sekali menghabiskan waktu di tempatku. Aku juga perlu membayar sewa tau. Kamu pikir aku selalu berhati lapang jika tempat yang aku sediakan selalu kamu pakai sampai berlarut-larut. Kalau terus seperti itu kapan aku punya waktu untuk istirahat?".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belum Berakhir

Rasa

hari-hari yang membosankan